Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Tuesday, June 10, 2014

Tuesday, June 10, 2014

Tadabbur Ayat 286 Surah Al-Baqarah

TADABBUR AYAT

 لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ADALAH USAHA YANG MAKSIMAL
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.(al-Baqarah:286).
1.      Sungguh Allah (subhaanahu wa ta`aala) Maha Adil dan Maha Mengetahui. Allah yang telah menciptakan kita, Dia jugalah yang memberikan taklif (bebanan/kewajiban) kepada kita. Tidak ada satu bebanan/kewajiban pun kecuali sesuai dengan kemampuan kita. Hal itu karena Allah telah mengharamkan keatas zat-Nya (`ala nafsihi) untuk berbuat zholim. Dalam satu hadith Qudsi, Allah berfirman:
إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي
Sesungguhnya Aku telah mengharamkan berbuat zholim ke atas zat-Ku (`ala nafsi). (HR. Muslim)
2.      Hanya masalahnya sebagian orang terkadang menjadikan “لا يكلف الله نفسا إلا وسعها” sebagai justifikasi untuk meninggalkan kewajiban. Mungkin kita mendengar sebagian orang yang mengatakan belum mau menutup auratnya, dengan alasan “saya belum mampu untuk melakukannya, sembari mengatakan: “Allah kan tidak membebankan kecuali sesuai kemampuan””. Dan hakikat agama ini adalah mudah يريد الله بكم اليسر

3.     
Apakah yang dimaksud memang demikian? Sementara telah dijelaskan diatas bahwa semua kewajiban yang dibebankan oleh Allah adalah sesuai dengan kemampuan hamba-Nya.
4.      Disinilah kita dituntut untuk jujur kepada Allah. Kita ambil satu contoh; seseorang yang sebenarnya dia masih mampu untuk membawa beban 50 kg, akan tetapi dia mengatakan: “aku hanya mampu membawa 20 kg”. Batas لا يكلف الله نفسا إلا وسعها untuk dia bukanlah 20 kg, akan tetapi adalah 50 kg. Artinya adalah USAHA YANG MAKSIMAL.
5.      Saat kita melakukan  USAHA YANG MAKSIMAL, sebenarnya manfaat USAHA itu akan kembali kepada diri kita dan bukan kepada orang lain. Karena itulah Allah mengatakan لها ما كسبت , akan tetapi jika dia tidak melakukan USAHA YANG MAKSIMAL, bahwa sampai meninggalkan yang wajib, maka mudharatnya akan kembali kepada diri kita juga, karena itu Allah mengatakan
وعليها مااكتسبت

6.     
Memang sebagai manusia, tidak bisa dipungkiri bahwa kita punya banyak keterbatasan. Walapun kita telah berusaha melakukan usaha yang maksimal, akan tetapi pasti ada kurangnya. Bisa jadi kita terlambat untuk melakukan kewajiban tersebut karena LUPA, atau saat melakukannya masih banyak KESALAHAN. Karena itulah kita bermohon kepada Allah ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا.

7.     
Masa yang sama, kita sebagai hamba Allah yang lemah, minta kepada-Nya untuk tidak memikulkan beban yang pernah Allah pikulkan kepada ummat sebelum kita. Dan kenyataannya memang demikian, dan ini adalah merupaka kasih sayang Allah subhaanahu wa ta`aala kepada kita ummat Nabi Muhammad shallallaahu `alai wa sallama.

8.     
 ربَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ bukan bermakna, bahwa kita meminta kepada Allah untuk dikurangi beban, shalat zuhur jadi dua rokaat misalnya, tidak mungkin. Akan tetapi yang kita minta kepada Allah adalah agar kemampuan daya pikul kita ditambah oleh Allah subhaanahu wa ta`aala. Jika selama hari ini memikul 20 kg berat terasa oleh kita. Akan tetapi ketika daya pikul ditambah oleh Allah, mengangkat yang 20 kg seperti mengangkat 1 kg.

9.     
Jika kita sudah melakukan usaha yang maksimal, daya pikul sudah ditingkat oleh Allah subhaanahu wa ta`aala, jangan sampai tertipu dengan amal, jangan merasa sudah hebat, jangan merasa, kayaknya kalau mati pasti masuk syurga, jangan. Tetaplah tawadhu`. Tetaplah minta keampunan dari Allah agar terhindar dari neraka, tetaplah minta rahmat dari Allah agar dimasukkan Allah ke dalam syurga. Karena hakikat kejayaan yang sesungguhnya adalah ومن زحزح عن النار وأدخل الجنة فقد فاز. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, sesungguhnya dia telah berjaya.

10. 
Kembalikanlah urusan kepada Allah أنت مولانا فانصرنا على القوم الكافرين

Mencari Pemimpin Pengejar Surga


Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata, “Sungguh, saya mempunyai jiwa ambisius. Jika saya telah berhasil merealisasikan sesuatu pastilah saya ingin sesuatu yang di atasnya lagi. Saya mempunyai hasrat untuk menikahi putri pamanku, Fatimah binti Abdul Malik. Saya pun berhasil menikahinya. Kemudian saya ingin memegang kepemimpinan. Saya pun berhasil memegang kekuasaan. Kemudian saya ingin memegang khilafah. Saya pun berhasil menjadi khalifah. Dan sekarang, saya ingin mendapat surga, maka aku berharap termasuk ahli surga.”
Membaca riwayat hidup Umar Bin Abdul Aziz seperti membaca cerita dongeng. Pemuda yang cerdas dan pekerja keras ini menorehkan sejarah yang indah.  Tekadnya yang kuat membuat beliau menjadi pemimpin yang handal. Ketika dia mencintai Fatimah, putri dari Khalifah Abdul Malik yang  cantik, cerdas,  dan kaya raya maka ia pun berusaha mendapatkannya. Dengan usahanya yang sungguh-sungguh akhirnya dia berhasil mendapatkan cinta Fatimah.
Saat Khalifah akan wafat, beliau ingin menunjuk putranya menjadi pengganti. Seorang ulama, Raja’ bin Haywah menasihati sang khalifah, jika ia ingin mendapat pahala yang banyak sebaiknya menunjuk pengganti seseorang yang  diyakini mampu mensejahterakan rakyat. Khalifah kemudian membuat surat wasiat yang menunjuk Umar bin Abdul Aziz yang terkenal kecerdasan dan kesholihannya menjadi penggantinya.
Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz bercita-cita ingin menjadi ahli surga. Gaya hidupnya berubah. Kehidupannya yang bergelimang kemewahan dia tinggalkan. Seluruh kekayaannya dia serahkan kepada negara bahkan kepada Fatimah dia menawarkan tetap  bersamanya dalam keadaan sederhana atau dipersilahkan berpisah dengan dirinya. Fatimah yang biasa hidup dengan emas dan berlian melihat kesungguhan suaminya mengejar surga. Dia pun rela menyerahkan perhiasan-perhiasannya kepada negara dan hidup sederhana.
Kerja keras Umar bin Abdul  mensejahterakan rakyatnya  membuahkan hasil yang luar biasa. Pejabat-pejabat korup Bani Umayah di masanya berhasil dia bersihkan. Kekayaan negara meningkat sampai Baitul Mal (Kas Negara) menjadi berlebih dan mampu memenuhi hajat semua mustahiq zakat. Islam mencapai puncak kegemilangannya, saat itu wilayah kekhalifahan Islam yang dia pimpin sangat luas. Dua per tiga penduduk manusia   berada di wilayah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Dalam waktu dua setengah tahun beliau berhasil menjadikan negara Islam menjadi negara yang sangat kuat. Walaupun kehidupannya berakhir tragis karena mati diracun oleh para koruptor  namun perjuangannya meninggalkan catatan manis dalam sejarah. Inilah yang membuat sebagian ulama berpendapat bahwa Umar Bin abdul Aziz adalah Khulafaur Rasyidin yang kelima setelah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib.

BERPUASA DI MUSIM PANAS

·      Al-Baihaqi meriwayatkan dari Kitab Syu'abul Iman (3933) dari Qatadah, bahwa Amir bin Qais menangis saat menghadapi sakratul. Lalu ditanyakan kepadanya tentang sebab hal itu. Maka dia berkata,

مَا أَبْكِي جَزَعاً مِنَ الْمَوْتِ وَ لاَ حِرْصاً عَلَى الدُّنْيَا وَ لَكِنْ أَبْكِي عَلَى ظَمَأِ الْهَوَاجِرِ ، عَلىَ قِيَامِ الَّليْلِ فِي الشِّتَاءِ
"Aku menangis bukan karena takut kematian atau khawatir kehilangan dunia. Tapi aku menangisi zama'ul hawajir (berpuasa di musim panas) dan qiyamullail di musim dingin (yang akan aku tinggalkan)."

(ظمأ)  artinya dahaga, (الهواجر) jamak dari kata (الهاجرة) yaitu waktu siang hari di musim sangat panas.

·      Dalam Mushanaf Abu Syaibah (57) diriwayatkan bahwa saat Ibnu Umar menderita sakit, dia berkata,

مَا تَرَكْتُ خَلْفِي شَيْئاً مِنَ الدُّنْيَا آسَى عَلَيْهِ غَيْرَ ظَمَأِ الْهَوَاجِرِ وَغَيْرَ مَشْيٍ إِلَى الصَّلاَةِ

"Tidak ada sesuatu yang sangat aku sayangkan untuk aku tinggalkan di dunia ini selain zama'ul hawajir (berpuasa di musim panas) dan berjalan menuju tempat shalat."

·      Diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu biasanya berpuasa di musim panas dan tidak berpuasa di musim dingin.

·       Umar bin Khattab radhiallahu anhu saat menjelang kematiannya berpesan kepada puteranya; Abdullah. Dia berkata, "Hendaknya engkau mewujudkan sifat-sifat keimanan." Lalu beliau menyebutkan yang paling pertama; "Berpuasa saat panas sangat terik di musim panas."

·      Diriwayatkan bahwa sejumlah wanita shalihat menunggu-nunggu datangnya musim panas untuk melakukan puasa. Ketika ditanyakan latar belakangnya, mereka berkata, "Sesungguhnya sebuah barang, jika harganya murah, semua orang dapat membelinya." Mereka ingin memberi isyarat bahwa mereka ingin bersungguh-sungguh melakukan suatu amal yang hanya dapat dilakukan oleh segelintir orang karena beratnya amal tersebut sebagai wujud tingginya cita-cita mereka.

·      Suatu saat Abu Musa Al-Asy'ari berada dalam sebuah perahu. Tiba-tiba ada seseorang yang berseru kepadanya, 'Wahai penumpang perahu, berhentilah. Maukah aku beritahu kalian dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan atas diri-Nya?' Abu Musa berkata, 'Ya, beritahukan kami.' Dia berkata, 'Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri-Nya bahwa siapa yang membuat jiwanya kehausan (untuk berpuasa) karena Allah pada hari yang panas, maka wajib bagi Allah memberinya minum pada hari kiamat."

Maka sejak saat itu, Abu Musa selalu menunggu-nunggu datangnya musim panas untuk berpuasa.

·         Suatu ketika Al-Hajjaj melakukan safar, lalu dia singgah di sebuah perkampungan antara Mekah dan Madinah. Kemudian dia mengundang orang-orang untuk makan siang bersamanya. Tiba-tiba dilihatnya seorang badui, maka diundangnya orang tersebut untuk makan siang bersamanya. Namun badui tersebut berkata,

"Aku sudah diundang oleh yang lebih mulia darimu, dan aku sudah terima undangannya.'
"Siapa dia?" kata Al-Hajjaj
"Allah Ta'ala. Dia mengundangku untuk berpuasa, maka aku berpuasa."
"Di hari yang sangat panas seperti ini?" Kata Al-Hajjaj tercengang.
"Ya, aku berpuasa untuk menghadapi hari yang lebih panas dari hari ini…"

·      Abu Darda berkata,

صُومُوا يَوْمًا شَدِيدًا حَرَّهُ لِحَرِّ يَوْمِ النُّشُورِ وَ صَلُّوا رَكْعَتَيْنِ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ لِظُلْمَةِ الْقُبُورِ
"Berpuasalah pada hari yang sangat panas, untuk menghadapi hari kebangkitan, dan shalatlah dua rakaat di kegelapan malam, untuk menghadapi gelapnya kubur."

·      Abu Darda berkata, "Kami pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah saw di bulan Ramadan pada hari yang sangat panas, sehingga setiap kami meletakkan tangannya di atas kepalanya. Tidak ada di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah saw dan Abdullah bin Rawahah." (Muttafaq alaih).

Allahumma waffiqna bithaa'atika ….

Sumber:
-          Lathaiful Ma'arif; Ibnu Rajab Al-Hambali 
-          Hilyatul Auliya; Abu Nu'aim Al-Ashbahani. 
-          Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.

Monday, June 9, 2014

Monday, June 9, 2014

JANGAN BIASA MENANAMKAN GUILTY FEELING PADA ORANG LAIN Perang Uhud adalah perang yang kaum muslimin mengalami kekalahan. Yang menarik adalah situasi sebelum terjadinya perperangan. Kita semua tahu kalau perang uhud merupakan ajang balas dendam kaum musyrikin. Pada saat mendapat khabar berperang dari kaum musyrikin, sebenarnya Rasulullah menginginkan bertahan saja di Madinah. Namun bukanlah seorang leader bila keputusan yang diambil bukan keputusan dengan musyawarah. Pada saat disampaikan kepada sahabat lainnya ternyata mereka lebih memilih menyerang keluar dari kota Madinah. Memang semangat para sahabat luar biasa untuk berperang karena kebanyakan mereka adalah anak muda yang bukan alumni Badar. Mereka ingin merasakan pertempuran perang Badr. Dikarenakan banyak yang menginginkan keluar berperang akhirnya Rasulullah SAW menyutujui untuk keluar kota Madinah untuk bertempur. Keputusan sudah diambil akhirnya terjadilah pertempuran. Kita semua tahu bagaimana kesudahannya. Kaum Muslimin mengalami kekalahan. Kalah menang dalam sebuah pertempuran adalah hal yang biasa. Yang luar biasa adalah bagaimana sikap Rasulullah menghadapi situasi yang terjadi. Rasulullah saat itu tidak mengungkit-ungkit bagaimana pendapatnya yang tidak disetujui oleh para sahabat. Bahasa pasarnya sering kita dengar bila pendapatnya tidak diikuti dengan ungkapan “apa gue bilang mestinya bertahan saja coba kalau tidak maju berperang nggak bakalan seperti ini jadinya”. Ini kalimat yang keluar bagi orang-orang yang melempar kesalahan pada orang lain. Ini kalimat yang biasa keluar dari mulut-mulut orang munafik. Rasulullah SAW sebagai orang yang dididik dengan kejujuran dan disiapkan Allah SWT sebagai seorang Leader bagi Makhluk dibumi ini pantang bersikap seperti cuci tangan begitu. Dia tunjukkan ke-Leader-annya dengan memberi support dan motivasi kepada sahabat agar tetap bertahan dan berjuang. Kisah ini memberikan pelajaran dan hikmah kepada kita dalam hidup ini. Sikap yang tidak pantas dilakukan dengan mengatakan bahwa “makanya apa saya bilang, mestinya begini......begitu......., coba kalau mengikuti apa kata saya kan tidak akan seperti ini jadinya.................” sering kita dengar bagi sebagian orang yang kurang mengerti kejiwaan manusia. Bahkan tidak sedikit orang yang merasa punya ilmu kejiwaan tapi tidak mampu menghiasinya dalam perilaku sehari-harinya. Seolah-olah ilmu psikologi itu hanya buat orang lain tidak untuk dirinya. Mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu akan membuat seseorang akan merasa “Guilty Feeling”. Selalu merasa bersalah. Puaskah kita pada saat orang yang kita tuding-tuding berbuat kesalahan tersebut akhirnya merasa bersalah sehingga dengan kepala tertunduk meminta maaaf dan bahkan tidak kuat menatap wajah kita. Inilah yang harus dijadikan pelajaran. Sebagai sarana muhasabah mungkin kita perlu menjawab peertanyaan ini didalam hati. “Sudah berapa kali-kah kita membuat bawahan kita dikantor merasa “Guilty Feeling” disaat hasil pekerjaannya kurang memuaskan. Seberapa sering kah kita melontarkan kalimat kepada anak kita “Makanya belajar yang rajin”. “Coba kamu ikuti apa kata Bapak/Ibu, tentu kamu tidak mendapatkan nilai yang jelek itu. “Coba kamu pilih jurusan yang Bapak/Ibu bilang tentu kamu ........., seolah – olah apa yang dikatakannya benar dan benar terjadi. Puaskah kita membuat bawahan atau anak-anak kita atau teman-teman merasa bersalah dengan apa yang kita lakukan. Kalau ya jawabannya berarti Anda termasuk orang yang sakit jiwa. Wallahua'lam ---Halley, Psikolog--- Dikutip dari milist
Du'at

About

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates